Rabu, 12 Oktober 2016

Digital Cinema


Produksi Film Indie Komersial
          Kali ini membahas  system produksi film indie. dalam penggarapan produksi film indie “ Aku Cinta Indonesi-Generation” ini, menggunkan teknik sinematografi dan system multimedia.

          Didalam proses produksi film indie komersial ada proses pra produksi yang merupakan tahapan perencanaan. Secara umum merupakan tahapan persiapan sebelum memulai proses produksi (shooting film atau video) yang meliputi : Pengumpulan Data dan Materi, Konsep, planning, dan kerangka pemikiran.
         
          Selain itu Aplikasi multimedia mutlak dibutuhkan dalam produksi sebuah film. Aplikasi multimedia disini adalah berupa software untuk editing audio– video, dan software untuk menjalankannya.Software multimedia yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain : Software Corel Studio x4, Software Sony Vegas Pro.11, Software Cyberlink Power Director 10, Software Swish v.2,  Software Sound Forge 10, Software Adobe Audition 2.0, Software Any Video Converter, Software Corel Draw x5, Software Adobe Photoshop cs3

Kemudian proses Produksi di sini, meliputi dari proses pengambilan gambar dan suara, hingga proses editing dan finishing video film. Proses pengerjaannya berdasarkan apa yang telah ditulis dalam naskah scenario, script film, screenplay, dan storyboard. Proses produksi sendiri meliputi: Video Processing, dan Audio Processing. Video processing sendiri merupakan proses pengambilan gambar langkah awal di dalam video processing terdapat Teknik pengambilan gambar, pengambilan gambar sendiri digunakan dilakukan dengan lima cara, yaitu :Bird Eye View, High Angle, Low Angle, Eye Level, Frog Eye

Pengoperasian kamera dipercayakan sepenuhnya kepada semua kameramen. Apa yang tidak ada tertulis petunjuk di storyboard, maka kameramen mengkreasikan sendiri ideide keratifnya.sedangkan audio processing sendiri adalah proses pengambilan suara secara live jadi satu dengan proses pengambilan gambar,sedangkan perekaman suara secara dubbing indoor dalam studio.

          Selanjutnya proses Pasca Produksi meliputi Editing & Mixing, Special FX, dan final editing . Editing & mixing sendiri  adalah Langkah awal adalah pemotongan masing masing video, dihilangkan proses shooting yang gagal dari masing-masing kamera, kemudian digabungkan dalam video editing Sony VegasPro 11. Karena penggunaan kamera dalam film indie komersial “Aku Cinta Indonesia –Generation”, mengunakan empat kamera, maka variasi view atau pandangan layar cukup variatif. Sedangkan special fx merupakan Efek transisi gambar dengan menggunakan software Sony Vegas Pro 11, sedangkan efek animasi gambar menggunakan software Cyberlink Powerdirector 10.

Teknik pencahayaan editing video diatur dalam video editing tersebut, sesuai aturan dari sutradara dan editor video. Editing gambar secara fokusatau cropping juga menambah variasi artistic dalam film indie komersial “Aku Cinta Indonesia– Generation”. Dan yang terakhir adalah final editing yang menggunakan Sony Vegas Pro 11, termasuk efek animasi tulisan. Semua file video film indie komersial “Aku Cinta Indonesia – Generation” berupa format MPEG II, dan output final rendering juga berupa file format MPEG II.

Kemudian Hasil dari produksi film indie komersial “AkuCinta Indonesia – Generation”, selanjutnya diadakan proses review atau evaluasi, yaitu proses analisa. perbandingan antara proses perencanaan dan hasil aktual dari video. Hasil dari film indie ini merupakan perpaduan antara kekuatan sinematografi dan multimedia, yang difokuskan pada kekuatan editing video.


DAFTAR PUSTAKA

Share:

Digital Cinema


Pembuatan Film
          Film biasa dipakai untuk merekam suatu keadaan atau mengemukakan sesuatu. Film dipakai untuk memenuhi suatu kebutuhan umum, yaitu mengkomunikasikan suatu gagasan, pesan atau kenyataan. Karena keunikan dimensinya, film telah diterima sebagai salah satu media audio visual yang paling popular dan digemari. Selain itu film juga dianggap sebagai media yang paling efektif
          Film animasi berasal dari dua disiplin ilmu, yaitu film yang berakar pada dunia fotografi dan animasi yang berakar pada dunia gambar. Animasi dipandang sebagai suatu hasil proses dimana obyek-obyek yang digambarkan atau divisualisasikan tampak hidup. Gambar digerakkan melalui perubahan sedikit demi sedikit dan teratur sehingga memberikan kesan hidup.
Di jurnal ini dibahas cara pembuatan film animasi ada dua proses pembuatan film animasi yaitu secara konvensional (cell) dan digital. proses digital lebih cepat jika dibandingkan dengan proses konvensional perbaikan secara konvensional untuk 1 kali revisi membutuhkan waktu 2 hari sedangkan secara digital hanya membutuhkan waktu antara 30-45 menit. Sedangkan pembuatan secara konvensional dalam pembuatan gambar awal akan lebih mudah dan gambar yang dihasilkan seperti yang diinginkan.
 Maka dalam pembuatan film animasi ini akan digunakan metode 2D Hybrid Animation yaitu penggabungan antara gambar manual diatas kertas, kemudian di transfer ke komputer dan di konveksi menjadi gambar digital, Ada macam macam film animasi yaitu : Animasi 2 Dimensi (2D) , Animasi 3 Dimensi (3D), Animasi Tanah Liat (Clay Animation),  Animasi Jepang (Anime) sedangkan dari bentuk film animasinya sendir terbagi menjadi dua yaitu : film spot  (10 sampai 60 detik) dan film pocket cartoon(50 detik sampai 2 menit)

          Animasi kebutuhan sisten film animasi yang akan dibuat kiranya mampu :  Menampilkan film animasi yang jalan ceritanya sesuai dengan storyboard, Menampilkan background rumah, pohon, dan jalan sesuai seperti aslinya, Memperdengarkan suara dubber sesuai dengan gerak bibir tokoh yang berbicara, Menampilkan karakter yang cara berjalannya halus seperti aslinya, Proses animasi dilakukan dengan teknik animasi 2D Hybrid Animation,  Proses pembuatan objek didalam symbol yang bertype graphic.

Perancangan Sistem atau (pra produksi) dalam pembuatan film animasi meliputi : Menentukan ide, tema, logline, synopsis, character development,membuat storyboard, implementasi system, produksi, membuat gambar, proses produksi, dan rendering.

DAFTAR PUSTAKA

Share:

Selasa, 11 Oktober 2016

Digital Televison



Distribusi Televisi
       
        Distribusi televisi adalah proses produksi/penyiaran yang menghasilkan materi berbentuk audio-visual yang berisi program (acara TV), diproduksi atau disiarkan oleh sekelompok orang dengan profesi tertentu, dilaksanakan secara profesional berdasarkan kaidah pertelevisian untuk disiarkan melalui media TV dan ditujukan kepada pemirsa.

          Selain itu Perkembangan media digital digerakkan oleh tersedianya teknologi
baru di dalam penciptaan dan penyebaran isi (content) media. Di samping itu,pengembangan dan distribusi isi media digital juga didorong oleh keinginan untuk melakukan inovasi dan ekspresi kreatif; serta keinginan untuk mengeksploitasi peluang bisnis baru.

          Di sisi lain, muncul distribusi baru terhadap industri media dari pihak khalayak,yang menghendaki informasi yang semakin spesifik (sesuai kebutuhan) dalam isinya dan luwes dalam cara dan waktu untuk mengaksesnya. Beberapa
CEO perusahaan telekomunikasi mengunakan istilah “Anything, anytime, anywhere” untuk menggambarkan tuntutan konsumen ini (Negroponte,1995:174).

          Dengan media digital, terbuka kemungkinan untuk men-distribusikan informasi tentang sebuah produk kepada konsumen yang benar-benar membutuhkan/menginginkan/menggunakan jenis produk tersebut.

Ada 3 faktor yang menjadi pendorong bagi organisasi-organisasi media
tradisional untuk mengembangkan media digital: (1) penghematan biaya untuk menyimpan dan mendistribusikan data dan informasi; (2) pemberian nilai tambah (kualitas dan kuantitas) pada isi media tradisional; dan (3) kemungkinan untuk bergeser dari sistem distribusi massal kepada sistem distribusi yang semakin berfokus kepada kebutuhan dan keinginan konsumen sebagai individu (Flew, 2002:98-99).
         
          Selain itu Model distribusi informasi dimiliki oleh elit media kepada massa tidak lagi menjadi satu-satunya model komunikasi, sebab sekarang setiap orang (yang memiliki akses Internet) berpotensi untuk menyiarkan pengamatan atau pendapatnya sendiri ke seluruh dunia (Hauben dan Hauben,1997).

          Di satu sisi, teknologi digital membuka kemungkinan untuk menghasilkan
isi media yang lebih berkualitas, baik dari segi kualitas “fisik” dan isi, maupun kuantitasnya. Di sisi lain, informasi digital yang begitu mudah untuk dimanipulasi, diedit, dan direkayasa, membuka kemungkinan untuk melakukan kebohongan publik, baik dalam hal penjiplakan maupun dalam hal pemalsuan informasi. Di satu sisi, teknologi digital yang semakin terjangkau harganya memungkinkan bagi setiap orang untuk memiliki akses yang semakin luas kepada informasi, baik untuk menerima maupun untuk menyebarkan informasi. Di sisi yang lain, ada bahaya ketergantungan kepada teknologi—yang pada gilirannya bisa membuat orang terikat (kepada hardware maupun software tertentu), dan tidak lagi merdeka.


Seperti dua sisi dari satu mata uang, segi positif dan negatif dari perkembangan teknologi media harus dibicarakan, sehingga teknologi itu bisa dipahami secara komperehensif, tidak hanya sebagai obyek fisik atau alat, namun juga sebagai isi (yang ditentukan oleh cara peng-gunaannya), dan sebagai sistem pengetahuan dan makna sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Share:

Digital Televison


Sejarah Televisi Analog dan Digital

          Sejarah industri televisi menurut pandangan Galperi adalah pusat mekanisme politik demokratis dan evolusi budaya populer. Hal ini disebabkan karena perubahan dari analog  ke digital membutuhkan upaya yang cukup besar dan menyuluruh, dan dengan demikian, akan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap industri televise, karena bukan hanya persoalan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menjaga aturan main agar kepentingan publik tetap terjaga, namun juga retooling, selain itu pihak industri televisi harus memperbarui dan mengganti seluruh peralatan analog menjadi digital, mulai dari infrastruktur produksi video dan distribusi, kamera studio hingga menara transmisi, belum lagi perubahan dampak sosial-budaya yang mungkin muncul berkaitan dengan berubahnya seluruh infrastrutur penyiaran analog ke digital.

          Kita sekarang berada di tengah-tengah transisi ke era teknologi digital, dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa penerapan televisi digital adalah sebuah keniscayaan. Bagi sebagian kalangan, perubahan dari analog ke digital dalam industri televisi merupakan sebuah solusi dari keterbatasan spektrum yang ditawarkan televisi analog. Hal ini dikarenakan televisi Digital bersifat multicasting dimana sejumlah sinyal televisi dikirim dalam satu kanal. Disamping itu, televisi digital akan memberikan gambar dan suara yang lebih tajam, serta kemampuan untuk menyimpan, memanipulasi dan mendistribusikan konten yang lebih mudah jika dibandingkan dengan televisi analog.

          Berkaitan dengan digitalisasi penyiaran, Indonesia telah mulai menyusun rencana untuk melakukan konversi dari penyiaran analog ke digital. Penyusunan rencana ini dimulai sejak awal tahun 2009 sampai dengan akhir tahun 2018. Sebelumnya pada tahun 2008 pemerintah telah melakukan serangkaian kegiatan uji coba yang merupakan hasil kerjasama antara pemerintah dengan Konsorsium televisi Digital Indonesia (KTDI) yang anggotanya terdiri dari televisi swasta nasional yang ada di Indonesia.

Berawal dari persoalan regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkenaan dengan rencana digitalisasi penyiaran di Indonesia, melalui regulasi ini pemerintah berupaya untuk memulai digitalisasi penyiaran di Indonesia.

Siaran televisi pertama di Indonesia pada 17 Agustus 1962, bertepatan dengan peringatan ke-17 HUT kemerdekaan RI dan berlangsungnya rangkaian kegiatan olah raga Asian Games yang disiarkan secara langsung melalui siaran televisi. Siaran pertama ini dapat terwujud berkat dukungan penuh dari Presiden Soekarno, yang memimpikan Indonesia dapat membangun siaran televisi. Menteri Informasi Indonesia, Maladi, bahkan menyatakan bahwa ia telah menerima instruksi dari Presiden sejak 1952 berkaitan dengan ini penyelenggaraan penyiaran di Indonesia (Kitlley, 2000:21).

TVRI adalah bagian dari proyek mercusuar pemerintahan Soekarno Sebuah proyek yang menempatkan gengsi bangsa di mata dunia luar sebagai prioritas utama, melebihi kebutuhan-kebutuhan riil bagi bangsa lain. Bagi Soekarno, televisi adalah medium yang tepat untuk memperkenalkan bangsa Indonesia ke dunia luar, sekaligus simbol untuk mengangkat citra bangsa Indonesia, sejajar dengan negara-negara lain. Soekarno terutama berambisi untuk menandingi Jepang yang telah menguasai teknologi televisi sejak 1950-an. TVRI lahir untuk menegakkan eksistensi Indonesia sebagai bangsa, dan event Asian Games 1962 adalah momentumnya (Sudibyo, 2004:280).

Sejak tahun-tahun pertama, TVRI terus memonopoli siaran TV di Indonesia, hal ini terjadi karena rezim orde baru tidak membuat regulasi yang sangat ketat dan cenderung tertutup, sehingga tidak memungkinkan ada “pesaing” bagi TVRI. Namun demikian, sejak 1987 pemerintah mulai melakukan deregulasi terhadap penyiaran di Indonesia dengan membuka peluang untuk masuknya TV swasta sebagai pemain. Alasan regulasi ini karena pemerintah merasa tidak mampu sendirian untuk menghadapi terpaan pengaruh budaya asing. Dengan demikian, dibukanya kran bagi masuknya televisi swasta, salah satunya untuk memerangi infiltrasi artefak-artefak budaya asing yang begitu gencar pada tahun-tahun tersebut.

Sebagai dukungan regulasi terhadap implementasi penyiaran televisi digital, pada tahun 2009 pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 39 tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air). Peraturan ini merupakan kerangka dasar atau kerangka pemikiran awal bagaimana melaksanakan implementasi penyiaran televisi digital. Pada bulan November 2011, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (free- to-air) sebagai pengganti Permen Kominfo No. 39/2009. Peraturan ini mengatur tentang model bisnis penyelenggaraan penyiaran TV digital, zona layanan penyiaran multipleksing, TKDN set top box dan pelaksanaan penyiaran TV digital.


Share: